rnlink.org – Kepala negosiator Israel untuk tawanan dan orang lenyap, Gal Hirsch, mengajukan usul untuk tawarkan ke pimpinan Hamas, Yahya Sinwar, perjalanan yang aman untuk keluar Gaza dengan imbalan 101 tawanan yang ditahan oleh barisan itu. Hirsch mengutarakan saran itu pada sebuah interviu dengan Bloomberg pada Selasa, 10 September 2024.
Penawaran itu dibikin tujuan untuk meningkatkan jalan keluar baru untuk sebuah persetujuan karena perundingan yang berjalan “kelihatan makin menurun,” terang Hirsch.
“Saya siap memberi jalan yang aman untuk Sinwar, keluarganya, siapa saja yang ingin gabung dengannya. Kami ingin beberapa tawanan kembali. Kami inginkan demiliterisasi, deradikalisasi sudah pasti – sebuah mekanisme baru yang hendak mengurus Gaza,” kata Hirsch.
“Secara paralel, saya harus kerjakan gagasan B, C, dan D karena saya harus bawa pulang beberapa tawanan,” tambah Hirsch. “Waktu terus jalan, beberapa tawanan tidak punyai waktu kembali.”
Berkenaan enam tawanan Israel yang dibunuh di terowong Rafah oleh Hamas di akhir Agustus lantas, Hirsch mengutamakan jika “bakal ada harga yang perlu dibayarkan untuk pembunuhan ini.”
Laporan itu menulis jika Israel, di masa silam, sudah membahas pilihan untuk meluluskan beberapa pimpinan Hamas mempunyai kebebasan lewat pengisolasian.
Janji Hamas
Berdasar laporan itu, proposal untuk meluluskan pelarian Sinwar dari Gaza sudah disodorkan sepanjang 2 hari, tetapi belumlah jelas bagaimana respon Hamas dan apa mereka akan menerimanya.
Tetapi, minggu kemarin, Hamas sudah memperjelas lagi komitmennya pada persetujuan yang diraih sesudah proposal Presiden AS Joe Biden dan keputusan Dewan Keamanan PBB berkenaan gencatan senjata Lajur Gaza. Khalil al-Hayya, seorang anggota Agen Politik barisan itu, menjelaskan pada Kamis, 5 September 2024.
“Pergerakan ini tidak memerlukan document atau proposal baru dari faksi mana saja,” kata Khalil al-Hayya, anggota Agen Politik Hamas, Kamis, 5 September 2024, seperti d ikutip Al Mayadeen. “Penjajah harus dipaksakan untuk penuhi komitmennya.”
Ia mengutamakan jika tiap persetujuan harus adalah akhirnya invasi dan penarikan penuh Israel dari Gaza, termasuk Koridor Philadelphia dan penyeberangan Rafah.
Disamping itu, hal tersebut harus pastikan kembali nya beberapa pengungsi ke rumah mereka tanpa kendala tanpa “peninjauan,” bersama pemberian sumbangan kemanusiaan, dan rekonstruksi Lajur Gaza, yang ke arah pada persetujuan transisi sandera, sambungnya.
Al-Hayya menampik “kembali lagi ke titik awalnya (dalam pembicaraan) atau terjerat pada sebuah transisi,” yang hendak layani tujuan Pertama Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Petinggi senior Hamas itu mendesak pemerintahan AS untuk tinggalkan “bias buta” yang memberikan dukungan wargaan Israel dan “support tanpa persyaratan untuk pemerintahan fasis Israel”.
Menurut al-Hayya, kepimpinan Hamas, bersama faksi-faksi perlawanan Palestina yang lain, sudah mulai berbicara dengan beberapa perantara dan beberapa negara di penjuru dunia untuk mengonfirmasi kondisi perundingan dan penguluran dan penghindaran “Israel”.
Pada akhirnya, al-Hayya janji ke Perlawanan dan masyarakat Palestina jika pergerakan ini tetap tegar di atas meja pembicaraan “untuk penuhi [aspirasi] masyarakat kami,” beri pujian keberanian dan tekad Perlawanan.
Ia mengutamakan jika Hamas tidak biarkan persetujuan apa pun itu yang “melegitimasi kedatangan Israel pada bagian mana saja di Gaza atau tidak berhasil jamin hak-hak” masyarakat Palestina.